Pages

Senin, 30 Maret 2020

Pentingnya Pendidikan Karakter di Sekolah - Oleh Ahmad Huzaini


Globalisasi yang ada di hadapan kita sebagai sebuah fakta yang tidak bisa kita pungkiri, globalisasi memberi peluang dan fasilitas kepada kita yang sungguh amat luar biasa, globalisasi telah menembus semua penjuru dunia, bahkan sampai daerah terpencil sekalipun, masuk ke rumah-rumah,  memborbardir pertahanan moral dan agama, sekuat apapun dipertahankan. Televisi, Internet, Koran, Handphone, dan lain sebagainya adalah media informasi dan komunikasi yang berjalan dengan cepat, menggulung sekat-sekat tradisional yang selama ini dipegang kuat-kuat. Moralitas menjadi longgar, Sesuatu yang dulu di anggap tabu sekarang menjadi biasa-biasa saja. Cara berpakaian, berinteraksi dengan lawan jenis, menikmati hiburan di tempat-tempat spesial dan menikmati narkoba menjadi tren dunia modern yang sulit di tanggulangi. Globalsasi menyediakan seluruh fasilitas yang dibutuhkan manusia, negatif maupun positif. Banyak manusia terlena dengan menuruti seluruh keinginannya, apalagi memiliki rezeki melimpah dan lingkungan yang kondusif. Akhirnya, apa akibat yang timbul? karakter anak bangsa berubah menjadi rapuh, mudah diterjang ombak, terjerumus dalam tren budaya yang melenakan, dan tidak memikirkan akibat yang ditimbulkan. Prinsip-prinsip moral, budaya bangsa, dan perjuangan hilang dari karakteristik mereka. Inilah yang menyebabkan dekadensi moral serta hilangnya kreatifitas dan produktifitas bangsa. Saat ini, tidak sulit lagi bagi kita untuk mendapatkan gambar-gambar yang mempertontonkan bentuk-bentuk tubuh lewat majalah, televisi, bahkan handphone pun menjadi alat penyebar porno aksi, dan penampilan iklan yang menunjukkan kemolekan tubuh. Praktek seks pranikah yang dilakukan oleh pelajar semakin hari semakin meningkat dan hampir seimbang jumlahnya antara di kota dan daerah-daerah. Hal ini terjadi karena pengaruh budaya barat dan media melalui tayangan-tayangan yang vulgar serta cenderung mengarah pada pornografi dan pornoaksi.
Dengan melihat kenyataan diatas, pendidikan karakter sangat mendesak untuk diberlakukan di negeri ini. Dengan cara mengoptimalkan peran sekolah sebagai pionir. Pihak sekolah harus bekerja sama dengan keluarga, masyarakat, dan elemen bangsa yang lain demi suksesnya agenda besar menanamkan karakter kuat kepada peserta didik sebagai calon pemimpin bangsa dimasa yang akan datang. Mengapa harus lembaga pendidikan? Sebab, tanggung jawab utama Negara dan masyarakat dalam mempersiapkan kader masa depan yang berkualitas di bidang ilmu, moral, mental, dan perjuangan adalah lembaga pendidikan. Tapi kenyataannya, lembaga pendidikan formal selama ini disinyalir hanya mementingkan aspek kecerdasan akademik, serta menganak tirikan aspek kecerdasan emosi dan spiritual,   pendidikan sekolah selama ini bisa dikatakan gagal pada aspek karakter. Sekolah terlalu terpesona dengan target-target akademis, dan melupakan pendidikan karakter. Sehingga membuat kreatifitas, keberanian, kemandirian, dan ketahanan anak didik dalam melalui berbagai ujian hidup menjadi rendah. Anak mudah frustasi, menyerah, dan kehilangan semangat juang sampai titik darah penghabisan. Lebih ironisnya, bahkan perguruan tinggi sekalipun, lebih menekankan pada perolehan nilai ulangan maupun ujian. Banyak guru yang berpandangan bahwa peserta didik dikatakan baik kompetisinya apabila nilai hasil ulangan atau ujiannya tinggi.
Karakter merupakan aspek yang penting untuk kesuksesan kita di masa depan, jadi apabila kita sudah mempunyai karakter yang kuat pasti akan terbentuk dalam diri kita mental yang kuat pula. Kalau mental kita sudah kuat akan terlahir spirit yang kuat, pantang menyerah, berani mengurangi proses yang panjang, dan berani menerjang arus badai dan gelombang  berbahaya yang menerpa kita. Karakter yang kuat merupakan prasyarat bagi kita untuk menjadi seorang pemenang dalam medan kehidupan, apalagi di era globalisasi ini. Tidak akan pernah ada peluang bagi kita untuk menjadi pemenang, apabila kita mempunyai karakter yang lemah. Kita akan menjadi pecundang, menjadi sampah masyarakat, dan kita akan tersingkirkan dalam proses kompetisi kehidupan yang ketat seperti saat ini, sebab kita tidak mempunyai prinsip, serta tidak mempunyai keberanian untuk menerjang gelombang, ombak dan badai kehidupan yang dahsyat. Kita akan menjadi orang yang penakut, ceroboh dan pergerakan kita bisa dibaca dengan mudah oleh orang lain. Oleh karenanya, tanggung jawab utama negara dan masyarakat dalam mempersiapkan kader-kader masa depan yang berkualitas di bidang ilmu, moral, mental, dan perjuangan adalah dimulai dari lembaga pendidikan. Pendidikan karakter merupakan pendidikan budi pekerti plus, yang melibatkan aspek pengetahuan, perasaan, dan tindakan. Tanpa ketiga aspek diatas, pendidikan karakter tidak akan efektif. Dengan pendidikan karakter yang di terapkan secara sistematis dan berkelanjutan, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Karena dengan kecerdasan emosi, seseorang akan lebih mudah berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.
Hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan  di Indonesia adalah pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, yang bertujuan membina kepribadian generasi muda. Pendidikan karakter juga berpijak pada karakter dasar manusia yang bersumber dari  nilai moral universal (bersifat absolut) agama, Pendidikan karakter memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak pada nilai-nilai karakter dasar tersebut. Beberapa nilai karakter dasar tersebut antara lain  cinta kepada Allah Swt dan ciptaan-Nya, tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli dan kerja sama, percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan, baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, serta cinta persatuan.
Pendidikan karakter di sekolah harus berpijak pada nilai-nilai karakter dasar manusia dan di kembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen  harus dilibatkan. Komponen tersebut meliputi isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pemberdayaan sarana dan prasarana, pembiayaan, serta etos kerja seluruh komponen sekolah atau lingkungan. Jadi sangat diperlukan peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Mengingat fenomena sosial yang meningkat dan semakin berkembang, seperti kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian massal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karenanya, lembaga pendidikan sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapakan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.(*)
Share:

Kamis, 19 Maret 2020

Beginilah Suasana IDIA Prenduan, Pasca Diterbitkannya Surat Edaran Rektor Tentang Pencegahan Covid-19


kpiidiaprenduan.blogspot.com

PRENDUAN, Komunika-Kampus IDIA Prenduan baru saja menerbitkan surat edaran nomor 014/IDIA/I.14/III/2020 tentang peningkatan kewaspadaan terhadap resiko penyebaran Corona Virus Disiase (COVID-19), Selasa (17/03). Meningkatnya penyebaran Covid-19, membuat rektor IDIA Prenduan KH. Dr. Ghozi Mubarok, MA. harus mengambil langkah tegas dengan membatasi aktivitas mahasiswa, dosen dan tenaga kependidikan di ruang lingkup kampus IDIA Prenduan.
Dari pantauan wartawan Komunika, suasana kampus tampak sepi dari aktivitas mahasiswa, hanya terlihat satpam dan petugas kebersihan yang masih aktif bekerja. Bahkan kantor akademik dan kantor-kantor fakultas tak terlihat keramaian seperti hari-hari biasa.
“Iya hari ini sangat sepi, tidak seperti hari-hari biasanya, “ ujar Triswanto salah satu mahasiswa yang kebetulan datang ke kampus.


Dalam surat edarannya, Rektor IDIA Prenduan memutuskan bahwasanya aktivitas perkuliahan bagi mahasiswa program reguler (non asrama) dilakukan dengan sarana daring (online). Namun, bagi mahasiswa program intensif (tinggal di asrama) tetap berjalan seperti biasanya, namun tetap menjaga kesehatan dan tidak menerima kunjungan dari luar kampus.
“Bagi civitas akademika IDIA yang mukim dipondok dilarang berkunjung dan/atau menerima kunjungan dari luar kampus. Bagi mahasiswa program reguler, kegiatan perkuliahan di IDIA Prenduan dilakukan sarana daring (online),” demikian isi salah satu poin surat edaran itu.
Namun, untuk layanan administrasi dan konsultasi berjalan sebagaimana mestinya dapat dilakukan secara daring (online).(zn)

Berikut videonya: 









Share:

Rabu, 18 Maret 2020

Pacu Keaksaraan, Rektor IDIA Prenduan Resmikan Loka Nalar Sehat





PRENDUAN, Komunika-Rektor IDIA Prenduan, KH. Dr. Ghozi Mubarok, MA. meresmikan secara langsung taman baca di kampus IDIA Prenduan, Kamis (12/03). Peresmian taman baca yang diberi nama “Loka Nalar Sehat” tersebut, merupakan rencana tindak lanjut dari acara pekan literasi yang pernah diadakan BEM IDIA Prenduan beberapa waktu lalu.
Rektor IDIA Prenduan sendiri sangat mengapresiasi akan adanya pojok literasi tersebut. “Memang harus ada inovasi baru untuk meningkatkan minat baca mahasiswi,” ungkap beliau disela-sela sambutannya.
Loka Nalar Sehat memang bagian dari inovasi IDIA Prenduan untuk menumbuhkan semangat literasi, disamping lokasinya yang sangat strategis, mahasiswa bisa membaca dan diskusi untuk menambah wawasan dan pengetahuan mereka sambil ditemani pepohonan rindang yang sejuk dan meneduhkan.
Acara yang diprakarsai oleh Badan Eksekutif Mahasiswa  (BEM) IDIA Prenduan tersebut, diikuti oleh seluruh dosen dan mahasiswi IDIA Prenduan. Peresmian juga melibatkan pihak Perpustakaan Daerah (Perpusda) kabupaten Sumenep.
Melalui perwakilannya, pihaknya siap untuk bekerja sama dalam semua kegiatan yang diselenggarakan oleh Loka Nalar Sehat,”kami akan selalu mensupport seluruh kegiatan yang diadakan oleh  Loka Nalar Sehat, tentunya demi meningkatkan semangat baca mahasiswi,” tutur Bapak Ipunk, selaku Kasi Pelayanan Perpusda Sumenep.
Sejatinya taman baca Loka Nalar Sehat sudah digagas sejak akhir 2019 lalu,  namun karena ada beberapa hal yang harus diselesaikan, hingga akhirnya baru bisa diresmikan. “Dari awal (kegiatan pekan literasi) kita memang sudah bekerja sama dengan Perpusda Sumenep, dan sempat melakukan MoU,” ungkap Fadilah selaku Presmi IDIA Prenduan. “Dan Launching ini merupakan bagian dari MoU yang sudah kami lakukan dengan pihak Perpusda Sumenep,” tambahnya.
Akhirnya, acara yang dimulai sejak pukul 14:00 Wib itu, secara simbolis ditutup dengan prosesi pemotongan pita oleh Rektor IDIA Prenduan sebagai tanda diresmikannya taman baca terebut. (zn)




Share:

Sabtu, 29 Februari 2020

Kemerdekaan Itu Diberikan, Bukan Diperjuangkan - Resensi


KPI IDIA PRENDUAN

Judul Buku      : Merdeka Belajar Diruang Kelas
Penulis             : Najeela Sihab dan Komunitas Guru Pelajar
Penerbit           : Literati, Imprint dari Penerbit Lentera Hati
Terbit               : Cetakan Pertama, Oktober 2017
Tebal               : 231 Halaman
ISBN               : 978-602-8740-62-3
Peresensi         : Ahmad Huzaini, Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam IDIA Prenduan

“Kemerdekaan bukan sekedar kepatuhan atau perlawanan. Kemerdekaan adalah sesuatu yang diperjuangkan, bukan diberikan.”
Dalam buku ini kita akan diajarkan bagaimana kita sebagai guru akan mendapatkan kemerdekan, kita juga akan diajarkan bagaimana memberikan kemerdekaan bagi murid, kita juga akan di ajarkan bagaimana mempraktekkan kemerdekaan dalam belajar. Sehingga masing-masing dari guru juga dari diri pelajar akan timbul rasa saling mengerti, sehingga tercapai tujuan dalam sebuah pembelajaran.
Saat kita berbicara bahwa kita percaya kemerdekaan guru dan kemerdekaan belajar, sebetulnya kita dengan jelas menunjukkan kepercayaan kita pada beberapa hal. Pertama, bahwa proses belajar butuh kemerdekaan, dan kemerdekaan itu harus melekat pada subjek yang melakukan proses belajar, anak ataupun orang dewasa. Kedua, bahwa proses menuju kemerdekaan adalah proses yang harus melibatkan dukungan banyak pihak, sehingga ketika terjadi sesuatu yang tidak di inginkan, kita tidak hanya menyalahkan satu pihak saja, dalam hal ini biasanya yang disalahkan adalah guru, seakan-akan guru tidak benar mendidik anak muridnya, padahal sejatinya kesalahan itu dilakukan semua orang, baik orang tua, maupun masyarakat, dan ketika semua orang saling menyalahkan, maka yang jadi korban adalah anak-anak bangsa.
Kemerdekaan dalam belajar sangatlah penting, baik untuk pengajar ataupun untuk pelajar. Bagi pengajar (guru), kemerdekaan adalah bagian penting dari pengembangan, karena sama seperti burung yang tidak berani keluar dari kandang. Kompetensi guru tidak akan  bisa optimal berdampak tanpa kemerdekaan, karena hanya guru yang merdeka yang bisa membebaskan anak, hanya guru yang antusiaas yang menularkan rasa ingin tahu pada anak, dan hanya guru belajar yang pantas mengajar. Bagi pelajar (siswa), seorang murid merdeka belajar mampu menggunakan semua kemampuannya yang ia miliki, mampu bertanya kepada orang yang mereka anggap tepat, dan mampu bangkit dari upaya belajar yang belum berhasil.
Mengajarkan merdeka belajar adalah tantangan, karena banyak pendidik yang terjebak salah kaprah mengajarkan materi pelajaran sebatas yang digariskan kurikulum. Kurikulum menjadi subyek penentu arah belajar guru dan pelajarnya. Padahal, proses belajar yang bermakna mensyaratkan kemerdekaan pada guru dan pelajar untuk menentukan tujuan dan cara belajar yang efektif. Guru merdeka untuk menemukan paduan yang pas antara tuntutan kurikulum, kebutuhan pelajar dan situasi lokal. Pelajar merdeka menetapkan tujuan belajar bersama, memilih cara belajar yang sesuai, dan terbuka melakukan refleksi bersama guru.
Merdeka belajar adalah saat murid bersama guru dikelas menentukan tujuan belajar. dalam buku ini di Hal: 74 Karunianingtyas Rejeki,  salah satu komunitas guru belajar mengatakan bahwa tidaklah mudah memberikan proses pembelajaran yang berarti ketika mereka tidak mengetahui tujuan dari proses belajar tersebut, belajar menjadi mudah menguap, sekarang bisa, besok lupa karena tidak tau untuk tujuan apa.
Maka ketika merancang proses belajar bagi mereka, yang harus selalu diingat adalah bahwa mereka mengetahui tujuan dari proses belajar yang di jalani bersama-sama, bahkan kalau ingin menerapkan kemerdekaan belajar, kita harus rela memberikan  kemerdekaan dalam hal tujuan yang ingin mereka capai, target mereka ketika mereka belajar, bagaimana mencapai tujuan tersebut, dan apa saja pencapaian mereka selama belajar.
Sering kita temukan para guru meminta anak muridnya untuk menjawab berbagai pertanyaan, dengan maksud bahwa jika anak menjawab dengan benar semua pertanyaan berarti mereka sudah menguasai pelajaran, bahkan mungkin cara inipun sering kita lakukan terhadap murid-murid kita. Padahal metode seperti ini mebuat anak-anak bosan ketika mendapatkan soal dari guru, maka dalam buku ini Hal:113 Suhud Rois mengatakan, bahwa meminta anak untuk membuat pertanyaan sangat penting untuk melatih berfikir anak dari sudut pandang yang berbeda oleh karenanya muncullah kemudian sebuah cara membuat soal yang berbeda.
Jadi guru yang membuat jawaban, anak yang membuat pertanyaan, tujuannya adalah selain agar anak tidak bosan, juga menggali seberapa dalam pemahaman anak terhadap materi yang sudah dipelajari. Tipe soal uraian hanya mampu menampilkan jawaban sesuai pertanyaan saja dan tidak memberi peluang kepada anak untuk menunjukkan kemampuan yang lebih tinggi, apalagi soal pilihan ganda yang kadang hanya dengan faktor keberuntungan, anak mendapatkan jawaban yang tepat.
Nah, bagaimana kalau guru menyediakan jawabannya saja, anak yang membuat pertanyaannya? Pertama anak merasa tertantang, ia mendapat peluang untuk unjuk gigi. Kalau saja soal yang diberikan guru adalah: “Dimana ibu kota Jawa Barat?” anak hanya boleh menjawab Bandung jawaban yang lain salah, beda halnya kalau begini: “Buatlah tiga pertanyaan yang jawabannya bandung!” anak di ajak mengeluarkan semua yang ia ketahui tentang bandung. Maka muncul lah rasa antusias dalam belajar yang selanjutrnya melahirkan kegembiraan. Antusias dan kegembiraan dalam belajar itu penting , belajar bukan bersusah-susah, berpayah-payah. Belajar itu bersenang-senang, dan bergembira,  sehingga kemudian akan tumbuh rasa cinta belajar. Belajar akan menjadi aktivitas yang dinantikan karena menantang. Karena tantangan itu menyenangkan, sesuatu yang menyenangkan akan membuat ketagihan, dan ketagihan  dalam belajar.
Bagaimana mungkin mereka akan meraih bintang nan jauh disana, jika untuk sekedar mengangkat tangan utuk bertanya saja mereka tidak mampu, maka dengan adanya buku Merdeka Belajar di Ruang Kelas ini kita bisa membiarkan bahkan mendorong mereka untuk meraih bintang-bintang mereka, pengalaman-pengalaman para guru yang ada dibuku ini bisa dijadikan contoh dan inspirasi buat kita untuk mengajarkan kepada anak-anak kita tentang merdeka belajar sehingga buku ini cocok untuk dibaca oleh semua guru yang yang menginginkan suasana belajar lebih menyenangkan agar anak-anak kita tidak bosan dalam belajar, hanya saja buku ini kalau dibaca hanya sepintas terkesan banyak bahasa yang diulang-ulang. Terakhir, selamat membaca,  dan semoga dengan hadirnya buku ini mampu membuat kita menjadi guru yang merdeka yang mampu memberi kemerdekaan kepada orang lain. Salam merdeka untuk para guru INDONESIA.







Share:

Budaya Penelitian Dalam Masyarakat - Oleh Rocky Mahardika


Paradigma yang berkembang di kalangan masyarakat kita sekarang adalah dunia penelitian selalu dikaitkan dengan kalangan akademisi atau pendidikan saja. Kalau kita kaji lebih dalam lagi maka hal ini wajar dikarnakan  selama ini yang memang aktif serta terjun langsung kedalam dunia penelitian ini adalah mereka yang berperan aktif dalam dunia pendidikan. Baik mereka yang berpropesi guru ataupun sebagai objek pendidikan yaitu mahasiswa. Selain menganggap dunia penelitian selalu di kaitkan dengan kaum terpelajar saja, rupanya masyarakat kita juga memandang dunia penelitian merupakan dunia yang harus memiliki biaya yang cukup besar serta memakan waktu yang relatif panjang. Sudut pandang ini timbul dikalangan masyarakat kita dikarnakan mereka melihat dari panjang nya rentetan kegiatan penelitian tersebut serta membutuhkan daya keseriusan yang sangat tinggi. Oleh karna itu, dua problematika ini yang menjadi sudut pandang besar mengenai penelitian yang berkembang di masyarakat kita umumnya.
Sebenarnya jikalau kita ingin sedikit saja membuka mata mengenai hakikat pendidikan dan penelitian, dua hal besar ini tidak dapat kita pisahkan satu sama lain. Dikarnakan sebagaimana kita ketahui didalam tri darma perguan tinggi hal pertama yaitu pendidikan dan kemudian hal kedua penelitian dua hal ini selalu berkaitan dan saling melengkapi di dunia akademisi. Akan tetapi, penelitian bisa kita buat lebih murah asalkan dengan catatan paradigma penelitian itu hal pertama yang menjadi target pencapaian nya yaitu agar dapat mengajarkan kepada semua orang mengenai cara berpikir ilmiah dalam artian dengan adanya penelitian itu sendiri kita diajarakan bagaimana menarik satu kesimpulan dari hasil data yang logis, sesuai dengan tahap kejadian yang sistematis dan juga sesuai dengan metodelogis aturan-aturan yang ada. Namun kembalilagi ke masayrakat kita yang sekarang bahwa satu paradigm besar yang berkembang di masyarakat kita umumnya yaitu mereka memandang selama ini penelitian merupakan satu hal yang mahal dan kemudian hanya biasa dilakukan oleh komunitas terpelajar saja, kalau kita berkaca kepada paradigma ini maka secara tidak langsung telah menciptakan jarak antara penelitian dengan ruang kehidupan masyarakat kita.
Sebenarnya satuhal yang sangat-sangat saya takutkan ketika paradigma ini berkembang di masyarakat kita. Selain sulitnya tradisi penelitian ditemukan dikalangan masyarakat, maka akan terciptanya alasan lain mengapa paradigma ini berkembang. Fakta yang sangat mengejutkan bahwa menurut UNESCO system pendidikan Indonesia berada di peringkat 108 dunia dengan skor 0,063. Secara garis besar system pendidikan tanah air masih dibawah palestina, Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam, Singapura. Jikalau kita kaitkan dengan paradigma masyarakat mengenai penelitian, maka factor terbesarnya ada pada rendahnya tingkat pendidikan masyarakat.
Tingkat pendidikan masyarakat kita yang yang secara garis besar menegah kebawah, menimbulkan sistematika pemikiran yang beranggapan bahwa hasil merupakan tujuan utama sedangkan proses sebelum mendapatkan hasil dinomordua kan. Padahal didalam dunia penelitian, hasil bukanlah satuhal segalanya dikarnakan mengapa sebagus apapun hasil yang kita peroleh akan tetapi tidak sesuai dengan proses, dalam artian proses yang kita lakukan salah sistematika dari proses tersebut tidak logis dan metodologis maka hasil tidak ada artinya.
Selain dari tingkat pendidikan, ada factor lain yang menjadi pendorong budaya penelitian di masyarakat. Ada sebuah penelitian yang mengungkapkan bahwa dikawasan Asia Afrika, hasil penelitian yang diperoleh para peneliti hanya 20% saja yang di pakai oleh para aparatur pemerintah. Coba kita bayangkan ketika para aparatur pemerintah telah memandang sebelah mata mengenai penelitian, maka secara tidak langsung akan berdampak kepada kelancaran penelitian itu sendiri salah satu contoh kecil saja yaitu di bidang kelancaran dana penelitian, jikalau pemerintah sudah acuh tak acuh terhadap penelitian maka para peneliti akan sulit untuk mendapatkan dana penelitian. Jadi selain factor pendidikan kebijakan pemerintah juga berdamfak terhadap tingkat budaya penelitian di kalangan masyarakat kita.
Dan sekarang pertanyaan besar dibenak kita semua bagaimana agar timbulnya budaya penelitian di masyarakat kita? Perlu kita ketahui terlebih dahulu maksud dari budaya penelitian disini adalah budaya masyarakat yang memiliki budaya berpikir ilmiah. Agar dapat menciptakan ini semua maka kita bisa memanfaatkan kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat kita bisa menempatkan figure yang memang berkompeten dalam bidang penelitian di setiap kelompok sosial masyarakat agar bisa dijadikan bahan refrensi bagi masyarakat. Juga kita bisa mengadakan acara dengan mengundang para pakar penelitian agar dapat kita ambil ilmunya serta pengalamannya didunia penelitian. Tujuan mengapa targetnya lebih kepada kelompok sosial masyarakat dibandingkan individual masyarakat dikarnakan diharapkan dengan kelompok sosial gerakan penelitian ini mampu dengan cepat dipahami oleh masyarakat dan juga agar dapat lebih memenejem waktu agar tidak terlalu banyak memakan waktu.
Dan pada akhirnya pada para peneliti mudalah kita menaruh harapan besar agar sebuah penelitian tidak lagi menjadi hal tabu bagi masyarakat kita akan tetapi masyarakat kita dapat hidup berdampingan dengan sebuah penelitian. Maka sudah saat nya bagi para peneliti muda kita agar dapat memulai secepat mungkin dan juga bisa sesederhana mungkin dalam sebuah penelitian, karna hal tersebut bisa dibilang pondasi awal agar dapat membangkitkan budaya masyarakat yang berperan aktif dalam dunia penelitian.

Share:

Mahasiswa IDIA Prenduan Sedot Perhatian Masyarakat Lombang


PRENDUAN, Komunika-Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) masa bakti 2019-2010 IDIA Prenduan sukses adakan acara Tadabbur Alam dan Tabligh Akbar di desa Lombang, Kamis (31/01).  Acara yang menghabiskan dana 11 juta rupiah tersebut menuai banyak tanggapan dari semua kalangan.
Acara tadabbur alam yang diadakan di desa Lombang, tepatnya di Yayasan Pondok Pesantren Tahfidz dan Yatim Al-Akbar Santoso ini memang dikemas agak sedikit berbeda. Kalau pada tahun-tahun sebelumnya hanya sebatas tadabbur alam saja, kali ini ditambah dengan tabligh akbar yang melibatkan masyarakat desa Lombang.
Dengan ditambahnya tabligh akbar ini acara tadabbur alam menjadi perhatian banyak masyarakat. Acara yang menghabiskan dana sekitar 11 juta tersebut sukses mencapai tujuannya yakni untuk mendekatkan diri kepada Allah serta mendekatkan diri dengan masyarakat.

Menurut KH. Bastami Tibyan selaku penceramah dalam acara tabligh akbar, beliau merasa bangga kepada para mahasiswa yang bisa mengadakan acara tabligh akbar ini, walaupun dalam kondisi yang penuh dengan keterbatasan. “Saya berharap kegiatan-kegiatan seperti ini dapat dikembangkan lagi dan jangan sampai berhenti sampai di sini saja,” tutur beliau dengan santai.(rk)

Share:

Pesan Sherly Annavita Rahmi Saat Mengisi Seminar di Al-Amien Prenduan



PRENDUAN, Komunika-Ikatan Santriwati Tarbiyatul Mu’allimat Al-Islamiyah (ISTAMA) Pondok Pesantren Al-AmienPrenduan, sukses mendatangkan Millenial Influencer, Sherly Annavita Rahmi dan menyedo tribuan peserta dalam seminar motivasi “Inner Power of Muslimah” di Gedung Serba Guna (Geserna) TMI Putri, Jum’at (07/02).
Kedatangan Sherly disambut dengan hangat oleh pengasuh TMI Putri Ny. Hj. Dra. Anisah Fatimah Zarkasyi. Dalam kesempatannya, Beliau berharap kepada seluruh santriwati dan undangan untuk memanfaatkan betul momentum tersebut dengan mendengarkan pesan-pesan yang disampaikan. Terlebih, Sherly Annavita Rahmi merupakan sosok muslimah millenial yang sangat inspiratif.
Selain pengasuh putri, ribuan peserta yang terdiri dari santriwati, mahasiswi, dan guru dari lembaga-lembaga di lingkungan Al-Amien Prenduan, serta santriwati/siswi lembaga-lembaga pendidikan di Madura, baik tingkat menengah, perguruan tinggi turut menyambut Sherly dengan antusias.
Dalampemaparannya, Sherly Annavita Rahmi terus memberi motivasi kepada peserta yang hadir.Dia mengajak parahadirin untuk selalu memanfaatkan kesempatan yang ada, sebelum datangnya penyesalan. “Jangan sampai merasa menyesal jika sudah memaksimalkan dan mengerahkan segala kekuatan yang ada,” Ujar wanita kelahiranAceh tersebut.
Menurutunya, Penyesalan hanya dirasakan jika kesempatan tidak dimanfaatkan semaksimal mungkin. “Bukan seberapa besar perubahan yang kita buat, akan tetapi bagaimana kita masuk dalam perubahan tersebut. Habiskan jatah gagal, sehingga tak ada lagi alasan untuk tidak berhasil,” tambahnya dengan penuh semangat.
Acara yang dimulai sejak pukul 08.00 WIB dan berlangsung sampai pukul 11.00 WIB itu berjalan dengan lancar dan meriah. Meskikondisi kesehatan sempat terganggu, Sherly tetapsemangat dan antusias mempersuasi hadirin untuk lebih berenergi lagi dari pada dirinya. Dipenghujungan acara, diisi dengan sesi foto bersama. (ca/zn)

Share:

Mahasiswi IDIA Prenduan Laksanakan Kuliah Lapangan



SUMENEP, Komunika-Enam mahasiswi Institut Dirosat Islamiah Al-Amien (IDIA) Prenduan melaksanakan kuliah lapangan sebagai tugas program “Jurnalistik Online dan Jurnalistik Cetak”  yang dikembangkan di lembaga tersebut, dimulai sejak 28 Januari 2020 lalu.
Mahasiswi semester VI (enam) Fakultas Dakwah Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) memilih sastrawan Syaf Anton Wr sebagai mentor selama proses perkuliahan di lapangan. Sholeha, salah seorang wakil dari mahasiswi menyebutkan, dalam kuliah lapangan ini dimaksudkan untuk menindak lanjuti hasil pembelajaran di kampus sekaligus memperdalam ilmu-ilmu tentang jurnalistik, khususnya dalam penulisan opini, artikel, feature dan pemberitaan. “Untuk kuliah lapangan ini, kami laksanakan 5 kali pertemuan, masing-masing dengan materi dan tugas yang beda,” ujarnya.
Pertemuan pertama dan kedua pada Selasa (04/02), dilaksanakan di kediaman Syaf Anton Wr dengan topik pembelajaran menulis opini dan artikel. Selanjutnya akan dikembangkan ke obyek yang nantinya menjadi bahan penulisan. “Mereka akan saya bawa langsung ke lapangan, dan saya pertimbangkan ke museum atau tempat lainnya, sekaligus sebagai tugas laporan jurnalistik,” ungkap Syaf Anton
Syaf Anton berharap, dari lima kali pertemuan nantinya para mahasiswi bisa menghasilkan karya tulis dalam bentuk tulisan lepas. “Saya tahu, keinginan mereka untuk bisa menulis cukup tinggi,” tandasnya.
Enam mahasiswi yang terdiri dari Sholeha, Hasniar, Lailatul Husni, Rif’atun Hasanah, Wahdaniah dan Rofiqoh dengan seksama mengikuti arahan mentornya,
Hasniar asal Kalimantan Utara menyatakan meski baru belajar menulis ia berharap “Proses belajar yang menurut saya sangat singkat ini rasanya kurang. Mau diperpanjang sampai betul-betul bisa menjadi virus positif bagi yang lain,” katanya.
Sedangkan Lailatul Husni menyebut ketika saya pulang dari belajar, merasa semangatnya semakin bertambah dan meyakini apa yang ia tulis akan menjadi hal yang paling berharga. Hal ini diperkuat Rif’atun Hasanah  “Suatu kehormatan bagi mahasiswi KPI bisa belajar bareng bersama Pak Syaf Anton. Selama kami belajar bersama, kami selalu dikasih motivasi dan sangat berkesan dari beliau,” ungkap gadis mungil itu.
Sementara Wahdaniah, menyebut kata-kata yang paling tertanam dihati saya dari Pak Syaf Anton adalah “Jika ingin diingat, menulislah”. Dalam kuliah lapangan ini, Rofiqoh yang tidak berkeinginan menulis justru sebaliknya.  Ia menyebut ia justru terkesan, karena materi ini membawa saya pada bidang yang tidak pernah ada dalam keinginan saya. “Dan bukan hanya materi saja yang saya dapat, melainkan sebuah pengalaman yang tak pernah saya alami,” jelasnya. (LRI)


Share:

Pengikut

Subscribe!

Mars IDIA Prenduan