Membaca Kritis Sebagai Penangkal Hoak
Oleh: Muh. Heriadi*
Membaca merupakan sebuah kegiatan yang sering kita
lakukan untuk memperoleh suatu ilmu maupun informasi, dengan berbagai macam media baik buku maupun
internet. Pada dewasa ini, semuanya telah dapat diakses secara cepat dan mudah
karena tekhnologi dan informasi telah semakin canggih. Kemajuan tekhnologi dan
informasi tidak dapat kita pungkiri lagi karena dari zaman ke zaman pasti akan
mengalami suatu perubahan.
Majunya
teknologi dan informasi membuat kita seolah-olah berada dalam genangan
informasi. Setiap hari bahkan setiap detik selalu ada informasi baru yang kita
lihat dan baca baik itu berupa berita, artikel, opini dan lain sebagainya yang
tersebar di media sosial. Dari banyaknya informasi baru yang masuk pada akun
media sosial kita, pernahkah kita bertanya apakah semua itu benar? Dari manakah
sumber datanya? Dan siapakah penulisnya? Pertanyaan seperti ini sering sekali
kita abaikan, sehingga membuat kita menerima sepenuhnya tanpa menelaah terlebih
dahulu. Sehingga hal inilah yang menjadi kesempatan bagi oknum-oknum yang tidak
bertanggung jawab memanfaatkan media sebagai alat untuk menipu dan
mempropoganda suatu golongan sehingga akibatnya hoakpun merajalela.
Melihat banyaknya hoak yang telah menyebar di kehidupan kita maka langkah yang perlu kita terapkan adalah membaca kritis. Membeaca kritis merupakan kegiatan membaca dengan aktif, reflektif, hati-hati, dan analitis. Membaca kritis berarti membuat pembaca mampu merefleksikan isi, sumber data, struktur kepenulisan, dan maksud dan tujuan yang ingin disampaikan oleh penulis melalui tulisannya (www.qureta.com). Membaca kritis tidak hanya perlu diterapkan oleh kalangan pelajar disebuah pendidikan formal saja, namun membaca kritis menjadi kewajiban kita semua, dari kalangan remaja, dewasa, bahkan kalangan tua sekalipun.
Dalam laporan Kementrian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (kominfo) menyatakan bahwa Indonesia termasuk dalam enam besar negara pengguna internet didunia setelah Tiongkok, Amerika Serikat, India, Brazil, dan jepang (kominfo.go.id). Besarnya angka penggunaan internet inilah yang membuat hoak semakin mudah menyebar di kalangan masyarakat sehingga tidak sedikit dari masyarakat kita yang terkena kasus penipuan, kekerasan, perpecahan antar kelompok, dan lain sebagainya. Semua itu penyebabnya tidak lain, yaitu menerima semua informasi tanpa dianalisis terlebih dahulu.
Mudahnya mempercayai dan membenarkan suatu informasi, inilah yang menjadi penyebab hoak berkembang dengan cepat. Melihat hal ini maka pentting sekali kita membiasakan diri untuk membaca kritis. Seorang pembaca kritis akan berangapan bahwa tidak semua teks mengandung ilmu pengetahuan, dan setiap informasi semuanya benar. Namun bagi pembaca kritis akan mengidentifikasikan terlebih dahulu pola-pola yang muncul dalam tulisan baik itu informasi, nilai, asumsi, bahkan bahasa yang digunakan oleh seorang penulis.
Seorang pembaca kritis dengan orang yang hanya sekedar membaca biasa tentu berbeda. Seorang yang membaca biasa akan mudah terpengaruhi oleh apa yang mereka baca. Kita angkat suatu contoh sebuah berita hoak beberapa bulan yang lalu tentang gempa susulan di Palu dengan kekuatan 8,1 SR dan berpotensi terjadi tsunami besar, yang tersebar di media sosial. Hal ini tentu akan membuat warga Palu yang mempercayainya akan ketakutan, namun setelah dilakukan penelusuran mendalam tentang berita tersebut berita itu adalah berita hoak. Inilah suatu contoh kenapa membaca kritis itu perlu sekali kita terapkan, agar kita tidak mudah terpengaruhi oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Membaca kritis sudah bukan lagi suatu pilihan saat ini, dan membaca kritis bukan lagi hal yang perlu ditunda-tunda lagi, namun membaca kritis sudah menjadi hal yang mutlak yang perlu diterapkan untuk menangkal semua hoak yang menyebar ditengah-tengah kita, agar kerukunan dan kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat tetap terjaga. Sehingga dengan kemampuan membaca kritis tidak lagi ada penipuan, kekerasan, dan propaganda baik anatar kelompok, organisai, partai politik, maupun agama, dan eksistensi dari semboyan kita Bhineka Tunggal Ika benar-benar terjaga. Selain untuk menangkal hoak, membaca kritis juga melatih kita untuk berpikir kritis dan melatih kita untuk tidak lebih berkepala dingin terhadap suatu isu yang sedang viral. selain itu, dengan membaca kritis membuat kita untuk dapat menghargai pola pikir dan sudut pandang orang lain yang tidak sama dengan pemikiran dan sudut pandang kita.
*Mahasiswa IDIA Prenduan/KPI/ Semester V